Daftar Isi [Tampilkan]

Teringat di memori ketika saya masih bekerja di sebuah bank swasta. Kala itu saya menjadi teller. Stresnya terasa sampai ke hati. Mulai dari ritme kerja seperti nada yang tak beraturan karena mesti melayani nasabah secara terus-menerus, jam istirahat yang hampir dipastikan tak tentu setiap harinya, beberapa teman sekantor yang mengintimidasi, dan masih banyak lagi. 


 
Waktu itu saya pernah bertugas menerima dan menghitung uang setoran dari perusahaan daging, sendirian. Ya, sendirian! Uangnya mulai recehan sampai lembaran seratus ribuan yang di antaranya terdapat daging yang masih menempel pada lembaran uangnya, hahaha fantastis sekali, bukan? Punya nyali dong! Masih beruntung punya atasan yang bisa mengerti dan memahami karyawannya. Kalau tidak? Wah, sudah pada kabur deh hehehe 😄  

Tak dapat dipungkiri kalau setiap orang pasti pernah merasa stres. Sebagai contoh, merasa tertekan oleh atasan (terutama yang bossy), beban kerja yang membosankan, lingkungan sekitar pekerjaan yang tidak sehat, target yang harus dicapai, nah hal-hal ini pasti melelahkan jiwa bukan saja raga. 

'Hari Kesehatan Jiwa Sedunia' (World Mental Health Day) diperingati pada tanggal 10 Oktober setiap tahunnya. Tujuannya adalah untuk  meningkatkan kesadaran seluruh warga dunia akan pentingnya masalah kesehatan jiwa serta memobilisasi segala upaya untuk mendukung kesehatan jiwa. 

1 dari 6,8 orang mengalami masalah kesehatan jiwa di tempat kerja (14,7%). Wanita yang bekerja paruh waktu, hampir 2 kali lebih besar menderita masalah kesehatan jiwa dibandingkan laki-laki yang juga bekerja paruh waktu (19,8% vs 10,9%). Penelitian menunjukkan bahwa 12,7% dari ketidakhadiran di tempat kerja di Inggris dapat dikaitkan dengan kondisi kesehatan jiwa. 

Penyebab Masalah Keswa di Tempat Kerja (Foto: Nurul Sufitri-dokumen kemenkes)

Di Indonesia, dilakukan survey pada salah satu perusahaan kimia dengan melibatkan lebih dari 1900 pekerja juga menunjukkan lebih dari 20% mengalami gangguan mental emosional (Mansyur, Muchtaruddin; Universitas Indonesia).

Kurva Stres (Foto: Nurul Sufitri-dokumen Kemenkes)

Teman-teman, sudah tahu belum kenapa kesehatan kerja perlu diperhatikan? Begini lho 😄 Jika kondisi keluarga sehat namun pekerja sakit, maka akan timbul masalah keluarga. Jika keluarga sakit dan pekerja sehat, timbul beban keluarga. Jangan sampai terjadi hal-hal keluarga dan pekerja sama-sama sakit, nah inilah akan menjadi bencana keluarga. Jadi yang ideal itu keluarga sehat, pekerja pun sehat, maka akan tercipta keluarga bahagia.  

Pada tanggal 4 Oktober 2017 lalu saya berkesempatan hadir dalam acara "Temu Blogger dalam Rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2017". Acara ini bertempat di Ruang Kaca Lantai 2 Gedung Dr. Adhyatma Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Tema yang diusung kali ini adalah 'Mental Health in Workplace'. Hari kesehatan jiwa sedunia ini merupakan kesempatan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bahu-membahu dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sehat jiwanya di seluruh dunia.

Narasumber Acara Kemenkes Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (Foto: Nurul Sufitri)

Narasumber yang hadir dalam acara Kemenkes dalam rangka menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2017 ini yaitu:
  • Dr. dr. Fidiansjah, Sp. KJ, MPH selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA.
  • dr. Eka Viola, Sp. KJ selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa.

Kita harus tahu nih apa arti kesehatan secara umum. Definisi kesehatan menurut UU. KES. No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. 

Latar belakang diangkatnya masalah kesehatan mental ini adalah isu global (Era Good Governance) yang meliputi prasyarat good governance, transformasi pemerintahan, evolusi pengelolaan SDM, manajemen perubahan. Sedangkan isu nasional yang merupakan reformasi birokrasi meliputi anti KKN, restrukturisasi sistem, perbaikan layanan publik dan profesionalisme SDM. Ada pula tuntutan revolusi mental integritas, etos kerja dan gotong-royong.

Hubungan Antara Stres dan Produktivitas (Foto: Nurul Sufitri-dokumen Kemenkes)

Kita mesti paham bahwa masalah keswa dan kesehatan fisik saling terkait satu sama lain dan memengaruhi kesehatan. Depresi, gangguan kejiwaan yang lazim, skizofrenia, gangguan kognitif, alkohol/ zat psikoaktif, depresi maternal dam psikosis maternal ini bisa menyebabkan banyak penyakit. Ada penyakit jantung, stroke, diabetes, HIV/ AIDS, malaria, tuberculosis, gangguan tumbuh kembang pada anak dan kematian bayi.

Workplace Stress (Foto: Nurul Sufitri-dokumen kemenkes)

Ada 10 besar diagnosis pekerja pada tahun 2016 di antaranya penyakit gigi dan mulut, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), hipertensi, myalgia, diabetes melitus, gangguan lambung, low back pain, faringitis, sakit kepala dan demam. Upaya promotif dan preventif kesehatan jiwa menurut UU KESWA No. 18 Tahun 2014 adalah keluarga, lembaga pendidikan, tempat kerja, masyarakat, Fasyankes, media massa, lembaga keagamaan dan tempat ibadah serta Lapas dan Rutan.

Pekerja mempunyai risiko terhadap masalah kesehatan yang disebabkan oleh proses kerja, lingkungan kerja serta perilaku kesehatan kerja. Tempat lingkungan yang sehat menguntungkan pekerja dan pengusaha. Hal ini karena penelitian dan pengetahuan fungsi otak, ganguan jiwa dapat didiagnosis dan ditangani secara efektif. Sebagian besar dari mereka yang memiliki penyakit ini dapat pulih dan menjalani kehidupan yang memuaskan. Pergi ke sekolah, bekerja, membesarkan keluarga, dan menjadi warga negara yang produktif di masyarakat. 

Akibat Stres (Foto: Nurul Sufitri-dokumen Kemenkes)
 
Ada beberapa penyebab penyakit akibat kerja yakni:
  1. Golongan fisika meliputi suhu ekstrem, bising, pencahayaan, vibrasi, radiasi pengion dan non pengion serta tekanan udara.
  2. Golongan kimia meliputi semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, uap logam, larutan, kabut, partikel nano dan lain-lain.
  3. Golongan biologi meliputi bakteri, virus, jamur, bioaerosol dan sebagainya.
  4. Golongan ergonomi meliputi angkat angkut berat, posisi kerja janggal, posisi kerja statis, gerak repetitif, penerangan, Visual Display Terminal (VTD) dan lain-lain.
  5. Golongan psikososial meliputi beban kerja kualitatif dan kuantitatif, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan interpersonal, kerja shift, lokasi kerja, kekerasan, narkotika, pelecehan dan sebagainya.  

Untuk itulah diperlukan usaha pencegahan penyakit akibat kerja di antaranya:
  1. Melakukan identifikasi potensi bahaya penyakit akibat kerja.
  2. Promosi kesehatan kerja dengan hasil identifikasi potensi bahaya yang ada di tempat kerja.
  3. Melakukan pengendalian potensi bahaya di tempat kerja.
  4. Pemberian informasi mengenai alat pelindung diri yang sesuai dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja dan cara pemakaian alat pelindung diri yang benar.
  5. Pemberian imunisasi bagi pekerja yang rentan terkena zat biologi tertentu dan lainnya.

Hampir mustahil jika seseorang tak penah stres lho. Kehidupannya pasti monoton, tidak punya gairah hidup dan motivasi untuk berkembang. Justru dengan adanya stres inilah bisa memacu semangat untuk mencapai kebutuhan dan keinginan pribadi seseorang. Pada awalnya memang bukan gangguan kesehatan, namun jika kita tak mampu mengelola stres, maka akan menjadi virus yang dampaknya melebihi penyakit yang paling berbahaya bahkan bisa menimbulkan kematian. Menakutkan ya? Hmm...  

Apa tujuan kita mengelola stres? Di antaranya untuk mengenal penyebab stres dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres. Kemudian memperbaiki kualitas hidup individu agar menjadi lebih baik. Adapun cara mengelola stres yaitu dengan menghindari situasi yang mengancam, ubah bagaimana kita melihat situasi, buat prioritas, kontrol situasi, kelola bagaimana stres memengaruhi kita, buat tujuan yang realistis, relaksasi serta mencari tahu apa yang lebih penting.

dr. Eka Viola, Sp, KJ (Foto: Nurul Sufitri)

Kini sudah dimulai cara sederhana yang dinilai efeftif untuk mengatasi masalah kesehatan di tempat kerja. Menurut dr. Eka Viola, Sp, KJ ada office syndrome  yang terus bergulir di lingkungan kerja. Nah, solusi yang dapat dilakukan adalah stretching exercise sperti pada gambar di bawah ini. 

Oh ya, beliau juga menyarankan kita untuk 'curhat' alias mencurahkan hati jika ada masalah yang mengganjal atau ada yang ingin disampaikan. Biasanya sih kepada sahabat yang merupakan teman terdekat dan terpercaya. Jangan memendam perasaan tak enak hingga menahun dan berkepanjangan tersimpan di hati, bisa gawat nanti 😙 Siapa tahu ada saran yang bisa memberikan solusi buat kita.

Office Syndrome dan Stretching Execise (Foto: Nurul Sufitri-dokumen Kemenkes)

Teman-teman, ada cara efektif lainnya nih supaya kita bisa hidup sehat dan bahagia. Pernah dengar 'Germas'? Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah tindakan yang sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. 

Germas ini bertujuan meningkatkan produktivitas penduduk, menurunkan beban biaya pelayanan kesehatan dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Nah, caranya mudah saja kok. Germas ini fokus pada tiga hal lho. Pertama, memeriksakan kesehatan secara rutin. Kedua, melakukan aktivitas fisik. Ketiga, mengonsumsi sayur dan buah.

Kata Kunci Adalah Keseimbangan Hidup (Foto: Nurul Sufitri-dokumen Kemenkes)

Ingin hidup sehat dan bahagia? Ada password-nya lho. Ya, betul sekali! Kata kuncinya yaitu 'Keseimbangan Hidup' antara keluarga, kesehatan, pekerjaan dan teman-teman di sekeliling kita. Gampang kan, caranya? Tinggal kita realisasikan bersama, asal ada niat pasti bisa. Yuk, sebarkan Gemas ini kepada khalayak. Semoga kita selalu sehat dan bahagia lahir batin. Yuk, kita minimalisasikan stres! Semoga ulasan saya kali ini bermanfat ya. Wassalam.